SOSIALISASI LEPTOSPIROSIS
SOSIALISASI LEPTOSPIROSIS
Petanahan, 29 April 2021 melalui pertemuan rutin kader PKMD, UPTD Puskesmas Petanahan melaksanakan sosialisasi leptospirosis yang dihadiri oleh dua puluh satu orang kader dari seluruh desa di wilayah kecamatan Petanahan. Sosialisasi leptospirosis ini dibuka oleh Kepala UPTD Puskesmas Petanahan dr. R. Sunako Slamet, M.Sc. Dalam sambutannya disampaikan tujuan sosialisasi ini untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit leptospirosis. Selanjutnya dr. R. Sunarko Slamet, M.Sc juga berharap kader kesehatan selaku tangan panjang Puskesmas di desa, nantinya bisa menyampaikan informasi tentang leptospirosis kepada masyarakat.
Leptospiroris masih menjadi permasalahan kesehatan di masyarakat. Kita harus waspada terhadap ancaman leptospirosis, mengingat sudah adanya dua kasus leptospirosis di wilayah kecamatan Petanahan pada tahun 2018, dengan jumah kematian 1 orang (Case Fatality Rate/CFR = 50 %) dan muncul kembali dua kasus leptospirosis pada April 2021, dengan jumlah kematian 1 orang (Case Fatality Rate/CFR = 50 %).
Dalam sosialissi tersebut disampaikan bahwa Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira Interogans berbentuk spiral. Leptospirosis di Indonesia terutama disebarkan oleh tikus yang melepaskan bakteri melalui urin ke lingkungan. Hampir semua spesies mamalia dapat menjadi tempat berkembangnya Leptospira di dalam ginjalnya dan bertindak sebagai sumber infeksi untuk manusia dan hewan lainnya. Antara lain sapi, kerbau, kuda, domba, kambing, babi, anjing dan hewan pengerat, bakteri leptospirosis ini dapat bertahan hidup dalam ginjal hewan hewan tersebut. Binatang yang terkena mungkin sama sekali tidak memiliki gejala atau tampak sehat.
Penularan leptospirosis secara langsung melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung bakteri leptospira masuk ke dalam tubuh, baik dari hewan ke manusia maupun manusia ke manusia. Sedangkan penularan secara tidak langsung terjadi melalui genangan air, banjir, sungai, danau, selokan air dan lumpur yang tercemar urin hewan yang mengandung bakteri Leptospira.
Adapun gelaja dari penyakit leptospirosis antara lain demam, meriang, muntah, sakit kepala, nyeri otot terutama bagian betis, sakit perut, diare, kulit atau area putih pada mata yang menguning,muncul ruam, konjungtivitis. Yang paling penting adalah jangan sampai terlambat membawa pasien ke fasilitas kesehatan. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, gagal ginjal, meningitis, serta menurunnya fungsi hati.
Disampaikan pula kepada peserta sosialisasi tentang bagaimana cara pencegahan leptospirosis. Yang utama adalah tetap menjaga imunitas tubuh, meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain dengan menjaga kebersihan lingkungan, selalu melaksanakan CTPS setelah beraktivitas, mandi yang bersih setelah ke sawah dan berkebun, menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, sepatu boat), melakukan desinfeksi pada tempat-tempat yang tercemar oleh tikus dan lakukan pemberantasan tikus.
Diakhir acara sosialisasi, peserta masih semangat dan sepakat akan menyampaikan informasi ini kepada masyarakat di desanya mengenai penyebab, tanda gejala sampai dengan cara pencegahan leptospirosis.Smoga di tahun berikutnya Petanahan bebas leptospirosis.